Relasi makna adalah hubungan kebermaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan kebermaknaan mungkin menyangkut hal kesamaan makna, kebalikan makna, kegandaan makna, ketercakupan makna dan sebagainya.
1. Sinonimi
Verhaar (1978) mendefiniskan sinonim sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Misalnya:
- buruk dan jelek
- bunga dan kembang
- bapak dan ayah
Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Misalnya bunga besinonim dengan kembang, maka kembang bersinonim dengan bunga.
Makna dua buah kata yang bersinonim tidak pernah mempunyai makna yang sama persis, mutlak atau simetris. Kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris tidak ada dalam perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Waktu
Misalnya kata hulubalang dan komandan merupakan dua buah kata yang bersinonim tetapi karena faktor waktu, maka kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, sedangkan komandancocok untuk situasi masa kini.
b. Tempat atau daerah
Misalnya kata sayadan beta merupakan dua kata yang bersinonim , tetapi kedua kata tersebut tidak dapat dipertukarkan. Beta hanya cocok digunakan dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia timur (Maluku).
c. Sosial
Misalnya aku dan saya adalah dua buah kata yang bersinonim, teapi kata aku hanya dapat digunakan untuk teman sebaya dan tidak digunakan kepada orang yang lebih tua atau status sosialnya lebih tinggi.
d. Bidang Kegiatan
Misalnya kata tasawuf, kebatinan, dan mistik adalah tiga buah kata yang bersionim. Namun kata tasawufhanya lazim dalam agama islam, kebatinanuntuk yang bukan islam dan mistikuntuk semua agama.
e. Nuansa Makna
Misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot, meninjau, atau mengintipadalah kata-kata yang bersinonim. Kata melihat bisa digunakan secara umum, tetapi kata melirik hanya digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata, melolothanya digunakan dengan mata terbuka lebar, meninjauhanya digunakan hanya dugunakan hanya dugunakan untuk menyatakan melihat dari tempat yang jauh.
Dalam bahasa Indonesia selain kata yang mempunyai sinonim ternyata terdapat satuan lain yang juga mempunyai sinonim, satuan-satuan tersebut adalah:
1) Sinonim antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat)
Misalnya dia dengan nya, saya dengan ku
a) Minta bantuan dia
Minta bantuannya
b) Bukan teman saya
Bukan temanku
2) Sinonim antara kata denga kata
Misalnya mati dengan meninggal, buruk dengan jelek, dsb.
3) Sinonim antara kata dengan frase atau sebaliknya
Misalnya meninggal dengan tutup usia, pencuri dengan tamu tak diundang
4) Sinonim antara frase dengan frase
Misalnya ayah ibu, dengan orang tua
5) Sininim antara kalimat dengan kalimat
Misanlya adik menendang bola dengan bola ditendang adik
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sinonim bahasa Indonesia
- tidak semua kata dalam bahasa Indonesia memiliki sinonim
- kata-kata bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak pada bentuk jadian. Mislanya kata benar dan betul, tetapi kata kebenarandan kebetulan tidak bersinonim.
- ada kata-kata yang yang dalam arti sebenarnya tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam arti kiasan justru mempunyai sinonim, misalnya kata hitam dalam arti sebenarnya tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam arti kiasan hitam bersnonim dengan gelap, mesum, buruk, jahat dsb.
2. Antonimi atau Oposisi
Verhaar (1978) mendefinisikan antinimi adalah ungkapan (bisa berupa kata, tetapi dapat juga berbentuk frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain.
Mislanya kata bagus berartonim dengan kata buruk, besar dengan kecil, membeli dengan menjual dsb.
Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonimi bersifat dua arah. Jadi kalau bagus berantonim dengan buruk maka buruk berantonim dengan bagus.
Antonim disbut juga dengan istilah lawan kata, lawan makna atau oposisi.
Berdasarkan sifatnya oposisi dapat dibedakan menjadi:
a. Oposisi Mutlak
Terdapat perlawanan makna yang mutlak. Misalnya antara hidup dengan mati terdapat batas yang mutlak, sebab sesuatu yang hidup pasti tidak mati, dan sesuatu yang mati pasti tidak hidup.
b. Oposisi Kutub
Makna kata-kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentanganya tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata-kata tersebut, misalnya kata kaya dan miskin, terdapat tingkatan pada kata tersebut misalnya agak kaya, cukup kaya, sangat kayadan paling kaya begitu juga dengan kata miskin.
Kata-kata yang berasoiasi kutub ini umumnya berasal dari kelas kata adjektif, misalnya jauh-dekat, panjang-pendek, tinggi-rendah dsb.
c. Oposisi Hubungan
Makna kata-kata yang beroposisi hubungan (relasional) ini bersifat saling melengkapi. Artinya kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya. Tanpa kehadiran keduanya maka oposisi ini tidak ada.
Misalnya kata menjual beroposisi dengan membeli, suami degan istri.
Kata-kata yang beropsosisi hubungan ini bisa berupa kata-kata kerja seperti maju-mundur, pulang-pergi, pasang-surut, belajar-mengajar atau berupa kata benda misalnya ayah-ibu, buruh-majikan, guru-muriddsb.
d. Oposisi Hierarkial
Makna kata kata yang beroposisi hierakrial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tindakan. Oleh karena itu kata-kata yang beroposisi hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang dan isi), nama satuan hitungan dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
Misalnya meter beroposisi dengan kilometerkarena beraada dalam satuan yang menyakatan panjang. Kuintal beroposisi dengan ton karena keduanya berada dalam satuan ukuran yang menyatakan berat.
e. Oposisi Majemuk
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kata yang beropsisi dengan lebih dari satu kata. Mislanya kata berdiri bisa beroposisi dengan kata duduk, berbaring,berjongkok dsb. Misalnya kata diam beroposisi dengan berbicara, bergerak, dan bekerja.
Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia mempunyai antonim atau oposisi. Misalnya mobil, rumput, monyet dsb.
3. Homonimi, Homofoni, dan Homograf
a. Homonimi
Verhaar (1978) mendefiniskan homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi maknanya tidak sama.
Misalnya bisa yang bermakna racun ular dan bisa yang bermakna sanggup.
Ada dua sebab kemungkinan terjadinya homonimi yaitu:
1. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya bisa yang berati racunberasal dari bahasa Melayu, sedangkan bisa yang berarti sanggup berasal dari bahasa Jawa.
2. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologis. Mislanya mengukur dalam kalimat. Ibu mengukurkelapa di dapur, adalah berhomonim pada kalimat ayah mengukur luasnya halaman rumah kami.
Homonimi juga terjadi pada tataran morfem, kata, frase, dan kalimat
a) Homonimi antarmorfem, tentunya antara sebuah morfem terikat dengan morfem terikat lainnya. Mislanya morfem –nya pada kalimat, ini buku saya, itu bukumu dan dan yang disana bukunyaberhomonim dengan –nya pada kalimat mau belajar tapi bukunya tidak ada.
b) Homonimi antarkata misalnya bisa yang bermakna sanggup dan bisa yang bermakna racun ular. Semi yang bermakna tunas dan semi yang bermakna setengah.
c) Hominimi antarfrase, misalnya antara frase cinta anak yang bermakan cita seorang anak kepada orang tuanya dengan cinta anak yang bermakna cinta orang tua kepada anaknya. lukisan saya yang bermakna lukisan karya saya, lukisan milik saya atau lukisan wajah saya.
d) Homonimi antarkalimat misalnya istri lurah yang baru itu cantik yang bermakna lurah yang baru dilantik itu mempunyai istri yang cantik, dengan lurah itu baru saja menikah dengan seorang wanita cantik.
b. Homofoni
Homofoni berasal dari dua kata yaitu kata homo yang bermakna sama dan fon yang bermakna bunyi, jadi homofoni adalah kata-kata yang mempununyai bentuk yang berbeda, maknanya berbeda tetapi mempunyai bunyi yang sama. Misalnya kata bang dengan bank. Bank adalah lembaga yang mengurus lalu lintas uang, sedangkan bang berasal dari abang yang bermakna kakak laki-laki. Sangsi dengan sanksi, sangsi yang bermakna ragu dengan sanksi yang bermakna akibat atau konsekuensi.
c. Homografi
Homografi secara etimologi beras dari kata homo yang bermakna sama dengan graf yang bermakna tulisan, jadi homografi adalah kata-kata mempunyai tulisan yang sama tetapi bunyi dan maknanya berbeda. Misalnya teras dengan teras, teras yang pertama dilafalkan tǝras bermakna inti kayu dan teras yang kedua dilafalkan teras yang bermakna bagian dari rumah. Apel dengan apel, apel yang pertama dilafalkan apěl yang bermakna upacara dan apel yang dilafalkan apɛl yang bermakna buah apel.
4. Hiponimi dan Hipernimi
a. Hiponimi
Verhaar (1978:137) hiponim adalah ungkapan biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat beupa frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Misalnya gurame adalah hiponim dari ikan. Sebab makna gurame termasuk dalam makna kata ikan. Gurame memang ikan tetapi bukan hanya gurami yang termasuk juga bandeng, tenggiri, salmon, mujair, cakalang, teri, mas dan sebagainya. Hubungan antara gurame, teri, cakalang dan ikan –kan lain disebut hubungan kohiponim. Jadi gurame berkohiponim dengan tenggiri, bandeng dan sebagainya.
Hubungan hiponim ini hanya bersifat satu arah, artinya hiponim dari bandeng adalah ikan, tetapi ikan tidak berhiponim dengan bandeng melainkan ikan berhipernim dengan bandeng.
b. Hipernimi
Konsep hipernimi adalah kebalikan dari konsep hiponimi. Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya. Oleh karena itu, ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernim dari sebuah kata merupakan hipernim dari kata lainnya, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial di atasnya.
Misalnya kata mahluk berhipernim dengan manusiadan binatang tetapi binatang berhipernim juga dengan ikan, kambing, monyet, gajah dan sebagainya, ikan berhipernim juga dengan gurame, tongkol, bandeng dan sebagainya.
Disamping istilah hiponimi dan hipernimi terdapat istilah lain yaitu meronimi. Kedua istilah ini mengadung konsep yang hampir sama. Bedanya kalau hiponimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang maknanya berada di bawah makna kata lain, sedangkan meronimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang merupakan bagian bagian dari kata lain. Misalnya ikanmempunyai bagian-bagian tubuh, kepala, sirip, ekor, ingsang, sisik, dan sebagainya maka bisa dikatakan bahwa meronimi dari ikan adalah kepala, sirip, ekor, ingsang, sisik dan sebagainya.
5. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase, ) yang memiliki makna lebih dari satu.
Misalnya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna
- Bagian tubuh dari leher ke atas (seperti terdapat pada manusia dan hewan)
- Bagian dari sesuatu yang terletak di bagian atas atau depan yang merupakan bagian yang penting (kepala Ketera api, kepala meja).
- Bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat (kepala paku, kepla jarum)
- Pemimpin atau ketua (kepala sekolah, kepala kantor)
- Jiwa orang seperti dalam kalimat “setiap kepala menerima bantuan RP. 5000.000”
- Akal budi seperti dalam kalimat “ badanya besar tetapi kepalanya kosong”.
Konsep polisemi hampir sama dengan konsep homonimi. Perbedaanya adalah homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan maknanya sama. Tentu saja homonimi itu bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda. Makna kata pada homonimi tidak ada kaitannya atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, makna kata pada polisemi masih ada hubungannya antara makna yang satu dengan yang lain karen memang kembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut.
6. Ambiguitas
Ambiguitas adalah ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Pengertian ambiguitas hampir sama dengan pengertain polisemi. Perbedaanya terletak pada kegandaan makna dalam polisemi dari kata, sedangkan kegandaan makna pada ambiguitas berasal dari satuan yang lebih besar yaitu frase atau kalimat dan terjadi akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Misalnya buku sejarah baru dapat ditasfirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru
Pengertian ambiguitas hampir sama dengan homonimi. Perbedaanya terletak pada apabila homonimi dilihat sebagai bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna yang berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut. Ambiguitas hanya terjadi pada tataran frase dann kalimat sedangkan homonimi dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.
7. Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai berlebih-lebihan pemakaian unsur segemental dalam suatu bnetuk ujaran.
Mislanya
bola ditendang udin dengan bola ditendang oleh si udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua tersebut dianggap sebagai sesuatu yang redundasi, yang berlebihan dan sebenarnya tidak perlu.