Pada masa revolusi Indonesia 1945-1950, lagu-lagu keroncong
mendapatkan peran yang baru, yaitu sebagai “keroncong revolusi”. Lagu
keroncong tersebut adalah Keroncong Merdeka yang muatan liriknya secara
umum merefleksikan nasionalisme. Pada perkembangan selanjutnya,
keroncong mengalami berbagai pengaruh lagi, baik yang dari Barat (musik
tari Cha Cha Cha, Tango, Foxtrot dan sebagainya) maupun yang dalam
negeri, terutama di Jawa Tengah, di mana musik keroncong semakin
berkembang terutama untuk orang di luar lingkungan keraton. Dengan
demikian unsur gamelan (laras, irama) dimasukan ke dalam musik
keroncong.
Pada tahun 1955 lagu-lagu Langgam Jawa mulai merebak dan pada tahun
1959 diselenggarakan Lomba Lagu Kembang Kacang yang mengorbitkan
penyanyi Waldjinah sebagai ratu Kembang Kacang. Waldjinah “merayap”
terus dan pada pemilihan Bintang Radio jenis keroncong di tahun 1965,
Waldjinah berhasil keluar sebagai Juara Nasional. Pada awal dasawarsa
tahun 1960-an, timbul fenomena baru yaitu makin menguat dan mencuatnya
irama Langgam Jawa. Tercatat beberapa seniman pencipta lagu Langgam
Jawa, antara lain: Andjar Any dengan lagu ciptaanya Yen Ing Tawang Ana
Lintang, S. Darmanto dengan lagu ciptaannya Lara Branta, Ismanto dengan
lagu ciptaannya Wuyung.
Pada zaman Orde Baru, keterbukaan dan kemajuan IPTEK semakin
memperlancar komunikasi dengan dunia luar, dan masuklah irama lain yang
makin lama arusnya makin deras, sehingga irama keroncong yang
menggunakan alat-alat akustik konvensional terdesak oleh jenis musik
yang menggunakan alat-alat elektronik, seperti pop, dangdut, rock dan
lain-lainya. Budiman BJ dengan Orkes Keroncong Bintang Jakarta yang
dipimpinnya, menampilkan irama keroncong dengan aransemennya agresif
yang dipadu dengan irama-irama lain. Garapan musikalnya ini menimbulkan
suasana baru, terutama dalam penggarapan introduksi, interlude dan coda
yang diramu dengan pengaruh musik lain, seperti jazz, rock dan
sebagainya.
Selain itu juga muncul Andjar Any dengan Orkes Keroncong Bintang
Nusantara. Garapan musiknya mencoba “mendobrak” dengan mengganti alat
musik flute dan biola dengan mengisi interlude string dan synthesizer,
bahkan merubah cara penyajiannya sehingga menimbulkan pro dan kontra,
khususnya antara generasi tua yang masih fanatik dan konservatif yang
belum rela musik keroncongnya “dirusak” dengan generasi muda yang
menginginkan pembaharuan di jagad musik keroncong.
Pada tahun 1959, Yayasan Tetap Segar Jakarta pimpinan Brigjen Sofyar
memperkenalkan “keroncong beat”. Warna musiknya disesuaikan dengan
perkembangan musik pop pada waktu itu yang dipengaruhi oleh irama rock
n’ roll dan grup musik The Beatles. Lagu-lagu Indonesia, daerah maupun
Barat diiringi dengan “keroncong beat”, misalnya Na so Nang da Hito
(Batak), Ayam den Lapeh (Padang), Pileuleuyan (Sunda). Musik keroncong
pada dasawarsa tahun 1950-an, termasuk jenis musik vokal yang
diperlombakan di RRI untuk mencapai suatu predikat penyanyi “Bintang
Radio”.
Pada tahun 1951, 1953, dan 1954, peserta lomba diwajibkan membawakan
repertoar langgam atau keroncong. Pada tahun 1952, peserta diwajibkan
membawakan lagu langgam, seriosa, dan hiburan. Pada tahun 1955 hingga
kini lomba dibagi menjadi tiga jenis, yaitu lomba seriosa, hiburan atau
pop, dan keroncong.
Musik keroncong pada dasawarsa ini juga semakin menguatkan citra Solo
dalam musik keroncong. Beberapa lagu karangan musisi Solo, misalnya
Gesang yang membuat orang menyukai musik keroncong yang khas dengan
suasana yang baru, yaitu dominannya bunyi cello yang dipetik menyerupai
musik kendang.
Pada dasawarsa tahun 1960-an, semakin jelas warna musik keroncong Solo
muncul ke permukaan dan menjadi perhatian Nasional dengan masuknya unsur
Langgam Jawa secara lebih tajam dalam penyajiannya. Pada sekitar tahun
1968, di daerah Gunung Kidul Yogyakarta, musisi Manthous memperkenalkan
apa yang disebut Campur Sari, yaitu keroncong dengan gamelan dan
kendang. Selain itu juga dipakai instrumen elektronik seperti bass
gitar, elektrik bass, organ, sampai juga dengan sakshophone, dan
trompet.
Repertoar Musik Keroncong
Tinjauan terhadap format repertoar musik keroncong yang membentuk ciri
khasnya akan tampak jelas apabila dikaji dalam perspektif musikologi,
yaitu menjabarkan kaidah atau norma yang ada pada setiap pengelompokan
repertoar musik keroncong. Akan tetapi bukan kapasitas penulis untuk
menelaahnya lebih jauh dan detail, karena hal ini membutuhkan
pengetahuan ekstra tentang Ilmu Musikologi dan di bawah penulis ini
hanya akan menjabarkannya secara garis besar.
Menyimak pengelompokan repertoar musik keroncong ada berbagai pendapat,
yaitu menurut Kornhauser yang membagi menjadi lima kelompok: (1)
keroncong asli, (2) stambul, (3) langgam keroncong, (4) langgam jawa,
dan (5) keroncong beat. Yampolsky telah membagi menjadi empat kelompok,
yaitu (1) keroncong asli, (2) stambul, (3) langgam, dan (4) langgam
Jawa, sedangkan Harmunah membagi menjadi empat kelompok pula, yaitu (1)
keroncong asli, (2) stambul, (3) langgam, dan (4) lagu ekstra.
Berdasarkan pengelompokan repertoar musik keroncong tersebut, maka
dapat diformulasikan oleh penulis bahwa pengelompokan dapat dibagi
menjadi empat kelompok utama, yaitu: (1) keroncong asli, (2) stambul
(terdiri dari stambul I dan stambul II), (3) langgam, dan (4) gaya
keroncong (“dikeroncongkan”). Meskipun demikian musik keroncong
mempunyai “pola baku” yang disebut irama keroncong. Irama inilah yang
menjadi ciri khas musik keroncong yang membedakan dari jenis musik
lainnya. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari empat jenis gaya musik
keroncong tersebut, akan diuraikan tiap jenisnya sebagai berikut:
a. Keroncong Asli
Keroncong asli umumnya memiliki irama 4/4, terdiri dari 14 Bar. Umumnya
lirik berupa Pantun, di mana dibuka dengan prelude 4 birama yang
dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi Interlude standar
sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga. Keroncong
asli terkadang juga diawali oleh prospel terlebih dahulu. Prospel adalah
seperti intro yang mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan
oleh alat musik melodi seperti seruling/flute, biola, atau gitar. Contoh
lagu keroncong asli adalah lagu Keroncong Kemayoran.
b. Stambul
Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk
sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad
ke-20 di Indonesia, dikenal dengan nama Komedi stambul. Stambul memiliki
dua tipe progresi akord yang masing-masing disebut sebagai Stambul I
dan Stambul II.
Stambul I
Stambul I umumnya mempunyai irama 4/4 yang terdiri dari 8 Bar, dan
kalimat berupa Pantun bagian A dan B. Bersyair secara improvisasi dengan
peralihan akord tonika ke sub dominan. Jenis stambul satu sering
berbentuk musik vokal saling bertautan yaitu dua birama instrumental dan
dua birama berikutnya berisi vokal. Untuk introduksi adalah berisi
akord I dengan peralihan ke akord IV. Stambul I merupakan lagu biasa
seperti Si Jampang, dan sebagainya.
Stambul II
Stambul II umumnya memiliki irama 4/4 yang terdiri dari 16 Bar, bentuk
kalimatnya berupa Pantun atau Sya’ir sacara improvisatoris. Intro
merupakan improvisasi dengan peralihan akord tonika ke sub dominant,
sering berupa vokal yang dinyanyikan secara recitative, dengan peralihan
dari akord I ke akord IV, tanpa iringan. Contoh lagu dari stambul II
adalah Lambang Kehidupan.
c. Langgam
Setelah Perang Dunia I, dengan adanya inflitrasi lagu-lagu populer dari
negeri Barat, Infiltrasi musik Barat terjadi akibat dari adanya
pembangunan Hotel-hotel di Indonesia pada dasawarsa 1920-an, seperti
contoh Hotel Savoy di Bandung, di mana hotel tersebut sering mengadakan
pentas musik dansa, membuat musik keroncong saat itu dipengaruhi oleh
lagu-lagu pop Barat dengan struktur panjang 32 Bar tanpa intro dan coda
dalam empat bagian: A-A-B-A, maka dikenal: Langgam Keroncong, misalnya:
Tari Serimpi (M. Sagi), Gambang Semarang (Oey Yok Siang), Bengawan Solo
(Gesang), dan lainnya. Lagu biasanya dibawakan dua kali, ulangan kedua
bagian kalimat A-A dibawakan secara instrumental, vokal baru masuk pada
kalimat B dan dilanjutkan dengan kalimat.
Bentuk lagu langgam ada dua versi, yaitu pertama A-A-B-A dengan
pengulangan dari bagian A, kedua seperti lagu standar pop: Verse A-Verse
A Bridge B-Verse A, panjang 32 Bar. Beda sedikit pada versi kedua,
yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk
baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan.
Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal
sebagai Langgam Jawa. Langgam Jawa yang pertama adalah Yen Ing Tawang
(Tawang suatu desa di Magetan Jawa Timur) ciptaan almarhum Anjar Any
(1935). Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen
antara lain sitar, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan
cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi
vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh.
d. Gaya Keroncong (“dikeroncongkan”).
Gaya yang dikeroncongkan ini merupakan suatu gaya musikal yang tidak
lagi dapat dijabarkan melalui format repertoarnya, namun hal ini dapat
dijabarkan secara imitatif melalui pembawaan pola permainan dan warna
suara alat musik, serta alat musik yang digunakan dalam musik keroncong.
Gaya keroncong ini khusus untuk menampung semua jenis irama keroncong
yang bentuknya “menyimpang” dari ketiga jenis musik keroncong yang telah
ada di atas.
D. Alat Musik Dalam Musik Keroncong
Alat musik keroncong adalah alat musik petik yang bentuknya semacam
gitar tetapi lebih kecil dengan panjang keseluruhan kurang lebih 65 cm
terdiri dari leher kurang lebih 35 cm dan bagian badannya kurang lebih
30 cm. Alat musik keroncong memang bukan alat musik asli musik Indonesia
yang di negeri asalnya dinamakan Ukulele dan oleh lidah kita pada
akhirnya disebut cuk, krung atau kencrung. Ukulele ini mempunyai empat
utas asli senar yang jika petik secara bersamaan akan menghasilkan bunyi
yang kurang lebih sama dengan bunyi gelang keroncong, sehingga alat
musik ukulele ini selain disebut cuk juga biasa disebut keroncong.
Dalam bentuknya yang paling awal, yaitu Keroncong Moresco, diiringi oleh
musik dawai seperti biola, ukulele, cello, dan perkusi yang terkadang
juga dipakai. Setting orkes semacam ini masih dipakai oleh Keroncong
Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan
budak Portugis yang tinggal di Kampung Tugu. Dalam perkembangannya,
alat-alat musik yang digunakan oleh musik keroncong terus mengalami
evolusi
Pada dasarnya alat musik yang digunakan dalam memainkan musik
keroncong yang dipakai sebagai ukuran adalah tujuh macam alat, yaitu
biola, seruling (flute), gitar, ukulele, banjo, bass dan cello. Apabila
sudah ada ketujuh alat musik ini maka permainan musik keroncong ini
sudah dikatakan lengkap. Fungsi dari setiap alat musik dari alat musik
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Biola, alat ini termasuk warga instrumen gesek, biola berfungsi
sebagai pemegang melodi dan sebagai kontrapung dari vokal dengan
imitasi-imitasinya.
b. Flute, alat ini termasuk warga instrumen tiup kayu. Fungsi alat ini
sebagai pemegang melodi seperti biola dan mengisi kekosongan selain
untuk mengisi intro dan coda.
c. Gitar, alat ini termasuk instrumen petik (keluarga instrumen tali)
jadi agak berbeda dengan biola yang menjadi instrumen gesek. Fungsi
alat ini sebagai pengiring tapi dapat pula sebagai pembawa melodi.
d. Ukulele, alat ini termasuk instrumen petik, dan berfungsi sebagai
pemegang ritmis, bertali nilon tiga buah dengan stem nada G”–B”–E”
disebut ukulele stem F, dan bertali empat dengan sistem nada
G”-C”-E”-A”, disebut ukulele stem A.
e. Banjo, alat ini dalam keroncong sering disebut dengan cak atau cak
tenor. Termasuk instrumen keluarga petik dan dalam keroncong berfungsi
sebagai pemegang ritmis.
f. Cello, alat ini sekeluarga dengan biola termasuk instrumen gesek,
hanya berbentuk lebih besar. Alat ini berfungsi sebagai pemegang ritmis
bertali tiga dengan stem nada C-G-D, ada pula yang menggunakan stem nada
D-G-D, dengan maksud mempermudah permainan atau cara bermain. Cello
dimainkan dengan dipetik, biasanya dipetik dengan cara pizzicato (dengan
jari telunjuk dan ibu jari).
Bass, atau kontra bass juga termasuk keluarga instrumen tali dan
mempunyai leher yang lebih pendek daripada biola atau cello sedang
pundaknya tajam. Bass berfungsi sebagai pengendali ritmis.
No comments:
Post a Comment